Arisan pada dasarnya dibolehkan karena dalam arisan pada umumnya tidak ada unsur-unsur yang dilarang oleh Islam dan bahkan terdapat di dalamnya unsur-unsur kebaikan dan tolong menolong.
Akan tetapi jika adan unsur-unsur yang dilarang oleh Islam, maka arisan tersebut tidak dibenarkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui hukum arisan, perlu dilihat adakah unsur yang dilarang Islam atau tidak. Jika ada unsur yang dilarang oleh Islam, maka tidak boleh diselenggarakan atau kalau sudah terlanjur dimulai harus segera dihentikan.
Arisan, pada satu sisi, dapat dikatakan sebagai perjanjian hutang piutang sesama peserta arisan, dan pada sisi yang lain, dapat pula disebut sebagai salah satu bentuk dari kegiatan menabung.
Dalam perjanjian (akad) hutang piutang; pengembalian uang oleh si berhutang kepada si berpiutang adalah sama dengan uang yang diterima dari si berpiutang, kecuali atas inisiatif dan keikhlasan si berhutang untuk menambahnya.
Demikian pula orang yang menabung akan mengambil tabungannya dalam jumlah tidak lebih dari uang ditabung. Begitu juga halnya dalam arisan, seorang peserta akan menerima sejumlah uang tidak lebih dari jumlah uang yang dibayarkan atau yang menjadi tanggung jawabnya.
Jika seorang peserta menerima uang arisan melebihi dari jumlah yang dibayarkan atau yang menjadi tanggung jawabnya, berarti memperoleh kelebihan harta secara batal dan dalam konteks hutang piutang termasuk kepada riba.
Allah berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ
(البقرة: ١٨٨)
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil. (QS Al-Baqarah: 188)
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
(البقرة: ٢٧٥)
Artinya: ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al-Baqarah: 275)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً
(آل عمران: ١٣٠)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda... (QS Ali Imran: 130)
Dilihat dari jumlah pembayaran dan penerimaan yang berbeda antara yang menerima pada giliran pertama dengan yang kedua demikian pula dengan giliran-giliran berikutnya, mencerminkan adanya unsur adu nasib atau untung-untungan serta mengandung adanya unsur perjudian.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS Al Maidah 90)
Kelebihan uang yang ada di penanggungjawab arisan adalah milik peserta arisan yang membayarnya. Oleh karena itu penanggungjawab arisan tidak dapat menggunakan uang tersebut, kecuali atas ijin semua peserta arisan.
Penggunaan milik orang lain tanpa seijin termasuk penggunaan yang tidak dapat dibenarkan (batil). Sebagaimana tercantum dalam surat al Baqarah 188 di atas.
Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No.06 Tahun 2001